Taiwan Tempat Asal Leluhur Nusantara


Pada Waktu Ribuan tahun lalu bangsa Indonesia pernah disatukan dari akar tradisi yang sama, yaitu : bahasa Austronesia.

“Kita semua memang berbeda, tapi kita mempunyai kesamaan yang dirangkai dengan Austronesia sebagai benang merahnya,” Kata Harry Truman Simanjuntak, arkeologi senior dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas).


Sampai kini, para ahli sepakat , para penutur Austronesia yang datang dari Negara Taiwan merupakan leluhur langsung dari bangsa Indonesia. Dari segi penutur, fisik Austronesia tergolong ras Mongoloid Selatan. Di Dalam perkembangannya, penampilan fisik  menjadi sangat beragam. Kemampuan beradaptasi ras Austronesia terhadap lingkungan baru mendorong terciptanya keberagaman etnis. Pengaruh lain datang dari interaksi bologis antar kelompok yang menyebabkan terjadinya percampuran gen.

Dari bahasa, warisan Austronesia ditandai dengan kata yang mirip di dalam bunyi dan makna. Beberapa kata, yaitu bilangan satu sampai sepuluh di berbagai kawasan persebaran Austronesia menunjukkan ada kekerabatan itu.

Contoh, di dalam bahasa Jawa kuno, hitungan 1 sampai 10, yaitu: sa, rwa, telu, pat, lima, nem, pitu, wwalu, sanga, sapuluh. . Dalam bahasa Bugis, hitungannya menjadi seddi, dua, tellu, eppa, lima, enneng, pitu, aruwa, asera, seppulo. Dalam bahasa Minangkabau, hitungan satu sampai sepuluh, yaitu: ciek, duo, tigo, ampek, limo, anam, tujuah, salapan, sambilan, sapuluah . Tidak jauh berbeda dengan bahasa Tagalog yang menjadi bahasa resmi di Filipina, yaitu: isá, dalawa, tatló, ápat, lima, ánim, pitó, waló, siyám, sampû.

Penjelasannya,di perkembangan awal, interaksi antar pulau terbatas. Ini menjadikan budaya lokal menjadi menonjol. Datangnya pengaruh dari luar menimbulkan budaya yang berbeda efek dari bagian adaptasi. “Yang lebih dekat tentu mendapat pengaruh yang lebih besar dibanding yang jauh. Ini yang menciptakan kebinekaan,” ujar Truman.

Di kawasan Asia Tenggara, menurut Robert Blust dalam The Austronesian Languages, budaya luar  mempengaruhi para penutur Austronesia dari 2.000 tahun lalu. Budaya Cina, India, Eropa, dan Islam datang memulai keberagaman di tengah kebudayaan yang dibawa oleh penutur Austronesia.

Begitu pula yang terjadi di Negara Indonesia. Bukti arkeologis membuktikan kedatangan pengaruh luar itu. Yaitu prasasti dari kerajaan Hindu-Budha yang memakai bahasa Sanskerta dan Jawa kuno. Yang terjadi, kini bahasa yang terdapat di Nusantara semakin beragam.

Menurut Truman, bicara tentang leluhur artinya berbicara tentang diri sendiri, di sini, masa ini. Para ahli percaya nilai yang dipunyai oleh kehidupan para penutur Austronesia harus diaktualisasikan di masa kini untuk kepentingan masa depan.

“Memaknai sejarah leluhur bangsa dibutuhkan untuk membangun peradaban yang berkepribadian, dengan berlandaskan kebudayaan yang jauh berakar, menancapkan hingga ke masa lampau,” katanya.

I Made Geria, kepala Puslit Arkenas, melihat ada peluang bagaimana nilai yang terkandung di dalam akar budaya ini boleh memperkuat tali kebangsaan. Katanya, memaknai bangsa ini mempunyai leluhur yang sama dan mampu memberikan harmoni walaupun Indonesia terdiri dari  agama,ras , budaya, dan etnis yang berbeda. Justru dengan memahami ini bisa meningkatkan kesadaran identitas bangsa yang bineka.

“Artinya, kita semua di sini dengan memiliki nilai kearifan diberi kekuatan untuk menjaga. Ini adalah metode penguatan kebangsaan,” ucapnya.




Share this

Related Posts

close